Kamis, 27 September 2012

Pelita Hati - INDONESIA SARANG TERORIS?

FS Swantoro

Ketika Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, menyatakan, “Indonesia sarang teroris” tahun 2001, banyak politisi kita dan tokoh muslim yang tersinggung. Bahkan Wakil Presiden, Hamzah Haz waktu itu, dengan nada berang meminta agar Perdana Menteri Lee Kuan Yew, “tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.”
Namun seiring perjalanan waktu, dari tahun 2000 hingga tahun 2012, marak aksi teror di Indonesia, yang dilakukan para teroris hingga mengakibatkan banyak korban jiwa. Beberapa di antara mereka anggota jaringan al-Qaeda, pimpinan Osama Bin Laden. Berikut beberapa aksi teror yang dilakukan teroris, seperti; aksi bom di Kedubes Pilipina dan Bom di Bursa Efek, Jakarta, serta Bom Natal (Agustus-Desember 2000); Bom di Gereja Santa Anna, Duren Sawit dan di Atrium Senen, Jakarta (Juli-September 2001); Bom Bali I (Oktober 2002); Bom di Mabes Polri dan Bandara Soekarno Hatta (Pebruari-April 2003); Bom di Kedubes Australia (September 2004); Bom Bali II dan bom di Pasar Palu (Oktober-Nopember 2005); Bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton (Juli 2009); Penembakan tak dikenal di Aceh dan perampokan Bank CIMB, Medan, Sumatera Utara (Januari-September 2010); serta bom di Polresta, Cirebon (April 2011).
Selain itu aksi teror mutakhir, penembakan terhadap polisi di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah (30/8/2012). Dua minggu sebelumnya terjadi penembakan terhadap Pos Pengaman Polisi di Gemblekan Solo, hingga menimbulkan dua Briptu Polisi terluka. Pelaku diduga telah mempersiapkan target pos polisi untuk diserang. Sasaran teroris dalam penembakan polisi di Solo, Jawa Tengah, adalah untuk membuat polisi takut. Aksi teroris itu telah dirancang sejak tahun 2007, hingga teroris bisa mengkondisikan konflik dan suasana mencekam muncul di Solo, seperti konflik di Ambon dan Poso tahun 2000-2004. Sesudah itu, mereka berharap agar Syariat Islam bisa ditegakkan dan khilafah Islamiyah dapat berdiri.
Jaringan teroris di Indonesia kini telah melakukan perombakan besar-besaran. Agar sulit dideteksi, mereka bermetamorfosa, mengubah pola gerakan dan strateginya. Salah satu bentuknya dengan memecah kelompok mereka menjadi kelompok kecil. Selain itu, mereka menggeser gerakan dan pelatihan jaringannya ke sejumlah provinsi.
Menurut Direktur Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Dr. Petrus Reinhard Golose (2012),  dari pemetaan yang dilakukan BNPT, berbagai gerakan jaringan terorisme kini tidak berpusat hanya di Solo. Tetapi sudah menyebar ke wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sulsel dan Sulteng. Sementara di Sumatera Utara, dijadikan wilayah pengumpul dana untuk aksi terror mereka.
Solo menjadi pusat jaringan terorisme, karena banyak alumni pondok pesantren Ngruki Sukoharjo. Jaringan mereka telah bermetamorfosa dari kelompok besar jadi kelompok kecil. Namun sasarannya masih Pulau Dewata, Bali. Eksistensi terorisme di Solo terakhir terlihat ketika bom bunuh diri Achmad Yosepa Hayat di Gereja Bethel, Kepunton, September 2011. Aksi itu terjadi karena ada dukungan jaringan teroris dari Cirebon.
Banyak anggota teroris Indonesia berasal dari kelompok Islam Radikal Jamaah Islamiah (JI). Para anggota JI, awalnya ditemukan Abdullah Sungkar di Malaysia, lalu dilanjutkan Abu Bakar Basyir. Tujuannya ingin menerapkan syariah Islam dan membentuk Greater Islamic State. Target JI adalah : (1) tempat beribadat, gedung, kedutaan asing; (2) ada target lembut; tempat publik, pusat belanja, hotel, kelab malam, dan gedung kedutaan asing utamanya yang ada koneksitas AS; (3) kelompok lain dengan alasan individu atau bangunan dengan balas dendam berkenaan dengan keluhan individu.
Gerakan teroris yang telah melaksanakan banyak aktivitas di Indonesia adalah anggota JI yang dipimpin Abu Bakar Basyir. Untuk strategi mereka, JI membagi wilayah kerja  ke dalam empat bidang (Mantiki): (1) Mantiqi Ula/I: Singapura perlindungan wilayah ekonomi dan Malaysia. Pemimpin pembentuk adalah HAMBALI dan lalu diubah ke MUKLAS; (2) Mantiqi Sani/II: Konflik Area perlindungan bagian dari Indonesia dipimpin ABU IRSYAD; (3) Mantiqi Thalid/III: Pelatihan Area perlindungan Pilipina Selatan di Mindanau dipimpin oleh MOHNASIR; (4) Mantiqi Ukhro/IV perlindungan Australia, dipimpin ABD ROHMI AYUB. Setiap Mantiqi dibagi menjadi Wakalah. Setiap Wakalah mensupervisi Chatibah Qirdas dan Setiap Chatibah Qirdas mensupervisi Fiah. Untuk menyelesaikan pembagian kerja, aktivitas teroris mulai: Perencana Strategis, Kelayakan Study, Penelitian, Observer, pembuatan target, penyedia logistik, pembuatan bom, dan menyiapkan bomber (sang pengantin).
Penangkapan beberapa tersangka teroris oleh Densus 88 Mabes Polri di Solo dan Depok belangan ini merupakan pertanda bahwa kelompok teroris kecil atau sempalan dari kelompok besar JI masih eksis di Indonesia, meski tokoh seniornya sudah ditangkap atau terbunuh dalam operasi anti teror seperti Amrozi, Muklas, Imam Samudra, Ali Imron, Dr. Azahari, Nurdin M Top, Dul Matin, Umar Patek dan sebagainya.
Seiring waktu, modus yang digunakan jaringan teroris baik dalam menggalang dana maupun mencari anggota baru kini semakin moderen. Hal ini dikarenakan anggotanya berusia muda. Mereka direkrut oleh anggota senior dan dilatih dengan tujuan regenerasi. Regenerasi selalu terjadi. Dalam insiden terorisme, selalu ada yang tidak ditangkap sehingga ancaman terorisme di Indonesia belum pudar. Dari berbagai aksi terror itu, harus diakui bahwa “Indonesia adalah sarang teroris.” Karena itu, sangat dibutuhkan kebijakan nasional terpadu yang implementasinya menuntut kehadiran pemerintah dan pimpinan nasional yang konkrit dan sungguh-sungguh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar