Ketika Perdana Menteri Singapura,
Lee Kuan Yew, menyatakan, “Indonesia sarang teroris” tahun 2001, banyak
politisi kita dan tokoh muslim yang tersinggung. Bahkan Wakil Presiden,
Hamzah Haz waktu itu, dengan nada berang meminta agar Perdana Menteri
Lee Kuan Yew, “tidak mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.”
Namun seiring perjalanan waktu, dari
tahun 2000 hingga tahun 2012, marak aksi teror di Indonesia, yang
dilakukan para teroris hingga mengakibatkan banyak korban jiwa. Beberapa
di antara mereka anggota jaringan al-Qaeda, pimpinan Osama Bin Laden.
Berikut beberapa aksi teror yang dilakukan teroris, seperti; aksi bom di
Kedubes Pilipina dan Bom di Bursa Efek, Jakarta, serta Bom Natal
(Agustus-Desember 2000); Bom di Gereja Santa Anna, Duren Sawit dan di
Atrium Senen, Jakarta (Juli-September 2001); Bom Bali I (Oktober 2002);
Bom di Mabes Polri dan Bandara Soekarno Hatta (Pebruari-April 2003); Bom
di Kedubes Australia (September 2004); Bom Bali II dan bom di Pasar
Palu (Oktober-Nopember 2005); Bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton
(Juli 2009); Penembakan tak dikenal di Aceh dan perampokan Bank CIMB,
Medan, Sumatera Utara (Januari-September 2010); serta bom di Polresta,
Cirebon (April 2011).
Selain itu aksi teror mutakhir,
penembakan terhadap polisi di Pos Polisi Singosaren, Solo, Jawa Tengah
(30/8/2012). Dua minggu sebelumnya terjadi penembakan terhadap Pos
Pengaman Polisi di Gemblekan Solo, hingga menimbulkan dua Briptu Polisi
terluka. Pelaku diduga telah mempersiapkan target pos polisi untuk
diserang. Sasaran teroris dalam penembakan polisi di Solo, Jawa Tengah,
adalah untuk membuat polisi takut. Aksi teroris itu telah dirancang
sejak tahun 2007, hingga teroris bisa mengkondisikan konflik dan suasana
mencekam muncul di Solo, seperti konflik di Ambon dan Poso tahun
2000-2004. Sesudah itu, mereka berharap agar Syariat Islam bisa
ditegakkan dan khilafah Islamiyah dapat berdiri.
Jaringan teroris di Indonesia kini telah
melakukan perombakan besar-besaran. Agar sulit dideteksi, mereka
bermetamorfosa, mengubah pola gerakan dan strateginya. Salah satu
bentuknya dengan memecah kelompok mereka menjadi kelompok kecil. Selain
itu, mereka menggeser gerakan dan pelatihan jaringannya ke sejumlah
provinsi.
Menurut Direktur Penindakan Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Dr. Petrus Reinhard
Golose (2012), dari pemetaan yang dilakukan BNPT, berbagai gerakan
jaringan terorisme kini tidak berpusat hanya di Solo. Tetapi sudah
menyebar ke wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Sulsel dan Sulteng.
Sementara di Sumatera Utara, dijadikan wilayah pengumpul dana untuk aksi
terror mereka.
Solo menjadi pusat jaringan terorisme,
karena banyak alumni pondok pesantren Ngruki Sukoharjo. Jaringan mereka
telah bermetamorfosa dari kelompok besar jadi kelompok kecil. Namun
sasarannya masih Pulau Dewata, Bali. Eksistensi terorisme di Solo
terakhir terlihat ketika bom bunuh diri Achmad Yosepa Hayat di Gereja
Bethel, Kepunton, September 2011. Aksi itu terjadi karena ada dukungan
jaringan teroris dari Cirebon.
Banyak anggota teroris Indonesia berasal
dari kelompok Islam Radikal Jamaah Islamiah (JI). Para anggota JI,
awalnya ditemukan Abdullah Sungkar di Malaysia, lalu dilanjutkan Abu
Bakar Basyir. Tujuannya ingin menerapkan syariah Islam dan membentuk
Greater Islamic State. Target JI adalah : (1) tempat beribadat, gedung,
kedutaan asing; (2) ada target lembut; tempat publik, pusat belanja,
hotel, kelab malam, dan gedung kedutaan asing utamanya yang ada
koneksitas AS; (3) kelompok lain dengan alasan individu atau bangunan
dengan balas dendam berkenaan dengan keluhan individu.
Gerakan teroris yang telah melaksanakan
banyak aktivitas di Indonesia adalah anggota JI yang dipimpin Abu Bakar
Basyir. Untuk strategi mereka, JI membagi wilayah kerja ke dalam empat
bidang (Mantiki): (1) Mantiqi Ula/I: Singapura perlindungan wilayah
ekonomi dan Malaysia. Pemimpin pembentuk adalah HAMBALI dan lalu diubah
ke MUKLAS; (2) Mantiqi Sani/II: Konflik Area perlindungan bagian dari
Indonesia dipimpin ABU IRSYAD; (3) Mantiqi Thalid/III: Pelatihan Area
perlindungan Pilipina Selatan di Mindanau dipimpin oleh MOHNASIR; (4)
Mantiqi Ukhro/IV perlindungan Australia, dipimpin ABD ROHMI AYUB. Setiap
Mantiqi dibagi menjadi Wakalah. Setiap Wakalah mensupervisi Chatibah
Qirdas dan Setiap Chatibah Qirdas mensupervisi Fiah. Untuk menyelesaikan
pembagian kerja, aktivitas teroris mulai: Perencana Strategis,
Kelayakan Study, Penelitian, Observer, pembuatan target, penyedia
logistik, pembuatan bom, dan menyiapkan bomber (sang pengantin).
Penangkapan beberapa tersangka teroris
oleh Densus 88 Mabes Polri di Solo dan Depok belangan ini merupakan
pertanda bahwa kelompok teroris kecil atau sempalan dari kelompok besar
JI masih eksis di Indonesia, meski tokoh seniornya sudah ditangkap atau
terbunuh dalam operasi anti teror seperti Amrozi, Muklas, Imam Samudra,
Ali Imron, Dr. Azahari, Nurdin M Top, Dul Matin, Umar Patek dan
sebagainya.
Seiring waktu, modus yang digunakan
jaringan teroris baik dalam menggalang dana maupun mencari anggota baru
kini semakin moderen. Hal ini dikarenakan anggotanya berusia muda.
Mereka direkrut oleh anggota senior dan dilatih dengan tujuan
regenerasi. Regenerasi selalu terjadi. Dalam insiden terorisme, selalu
ada yang tidak ditangkap sehingga ancaman terorisme di Indonesia belum
pudar. Dari berbagai aksi terror itu, harus diakui bahwa “Indonesia
adalah sarang teroris.” Karena itu, sangat dibutuhkan kebijakan nasional
terpadu yang implementasinya menuntut kehadiran pemerintah dan pimpinan
nasional yang konkrit dan sungguh-sungguh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar