Kamis, 30 Agustus 2012 02:31
Pada saat ini, marketing politik semakin memegang peranan penting dalam pemilihan umum (pemilu). Akibatnya yang lebih menonjol saat ini yaitu politik ‘kemasan’. Sistem dan budaya politik seperti ini akan menguntungkan bagi pihak-pihak yang memiliki kemampuan besar, terutama biaya dalam membangun pencitraan. Dari jauh hari, banyak calon kontestan Pemilu membayar konsultan atau merekrut orang-orang yang ahli dalam politik untuk menyusun strategi dan skenario yang efektif memenangkan pemilu.
Kampanye politik merupakan bagian penting dalam marketing politik. Di samping kampanye resmi yang diatur undang-undang, sebelum pemilu bahkan sudah ada pemasangan atribut-atribut partai atau gambar-gambar perorangan yang bisa dianggap sebagai kampanye terselubung.
Jika merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kampanye yaitu kegiatan-kegiatan penyampaian visi, misi, dan program pada waktu tahapan kampanye Pemilu. Dalam Undang-undang ini, selain waktu, diatur juga soal materi kampanye, metode kampanye, larangan dalam kampanye dan sanksi atas pelanggaran kampanye, yang semua itu nantinya akan diatur secara lebih teknis dalam peraturan-peraturan KPU. Permasalahannya, untuk kegiatan-kegiatan di luar tahapan, penyelenggara Pemilu biasanya tidak bisa mengambil tindakan atau memberikan sanksi terhadap pihak-pihak, baik partai politik maupun orang-per-orang yang melakukan kampanye di luar yang telah diatur dalam Undang-undang.
Kampanye-kampanye atau kegiatan berbentuk kampanye melalui media dan pemasangan atribut ini telah terlalu banyak memenuhi ruang-ruang dan kehidupan kita. Intensitas kegiatan berbentuk kampanye semakin meningkat masa liburan dan hari besar keagamaan. Di Sumatera Barat khususnya di masa hari raya idhul fitri begitu banyak terpasang baliho dan spanduk-spanduk yang menampilkan gambar-gambar, ucapan-ucapan selamat hari raya dan lain-lain oleh penggiat-penggiat politik. Masyarakat seperti dipaksa dan didoktrin habis-habisan oleh berbagai kekuatan politik atau pihak yang akan maju dalam Pemilu dan pemilihan kepala daerah. Iklan-iklan yang direka sedemikian rupa serta janji-janji yang diucapkan setiap saat dipertontonkan dan diperdengarkan.
Selama ini, tahapan Pemilu yang paling menjadi perhatian yaitu pemungutan dan penghitungan suara. Fokus perhatian seluruh stakeholders politik dan Pemilu yang hanya tertuju pada kalah-menang seringkali menyebabkan kurangnya perhatian dan pemahaman akan pentingnya tahapan-tahapan lainnya dalam pemilu, terutama persoalan kampanye yang baik dan berkualitas.
Dalam pasal 77, UU No. 8 Tahun 2012 dinyatakan kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Makna dari bertanggungjawab berarti kampanye dilaksanakan sesuai dengan undang-undang atau ketentuan yang berlaku. Atau bisa juga bermakna setiap janji dalam kampanye benar-benar harus dapat dipertanggungjawabkan nantinya setelah memperoleh jabatan atau kekuasaan.
Sebagaimana pengertian dari kampanye yang merupakan tahapan penyampaian visi, misi dan program-program kontestan pemilu, pada masa kampanye-lah kontestan pemilu berkomunikasi dengan masyarakat atau calon pemilih. Namun, apakah kampanye dengan berbagai janji yang disampaikan pada pemilu dan pemilihan kepala daerah kini sudah benar-benar dilakukan dengan jujur? Walaupun para kontestan pemilu sedang berlomba menduduki jabatan, sudah seharusnya tetap benar-benar tulus untuk membuat perbaikan di masa datang. Persoalan kejujuran adalah permasalahan integritas dari para kontestan itu sendiri. Tak jarang kontestan Pemilu yang dulu telah dipilih oleh masyarakat akhirnya dihujat akibat janji tak bersesuaian dengan kenyataan setelah menjabat. Kenyataan ini, lama-kelamaan akan memperdalam jurang ketidakpercayaan antara masyarakat dan elit politik di negara kita.
Menurut Firmanzah dalam buku Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik 2009 (2010), kepentingan kampanye politik para kontestan baik parpol ataupun perorangan masih sebatas “yang penting terpilih, soal bagaimana caranya itu belakangan”. Kampanye politik yang dipahami demikian pada akhirnya tidak diikuti dengan konsistensi para politisi untuk menjaga kontinuitas.
Tahapan kampanye tanpa pemahaman yang baik dari kontestan ataupun masyarakat hanya akan terlihat seperti pesta umbul-umbul, baliho, spanduk, poster, stiker dengan berbagai slogan dan janji-janji kampanye. Semua atribut kampanye ini begitu banyak bertebaran di waktu masa pemilu dan pemilihan kepala daerah. Bahkan dalam bentuk kalender, souvenir dan bentuk lainnyamasuk sampai ke rumah-rumah warga. Belum lagi kampanye pemilu dan pemilihan kepala daerah yang memenuhi media televisi. Kontestan pemilu atau calon-calon kepala daerah yang rata-rata kini memiliki uang tak tanggung-tanggung membayar TV, lengkap dengan artis-artisnya. Media internetpun tak luput dijadikan media kampanye para kontestan pemilu.
Tujuan dari penggunaan berbagai mediatersebuttentunya agar kontestan pemilu atau pasangan calon kepala daerah dikenali dan mendapat simpati masyarakat yang akan memilih. Namun tidak jarang juga para kontestan pemilu melanggar aturan atau ketentuan kampanye. Pada saat masa kampanye seringkali ditemukan atribut-atribut menempel dan tergantung di pohon-pohon pelindung, fasilitas-fasilitas umum dan kadang-kadang yang lebih merisaukan masyarakat tentunya setelah kampanye atribut itu tidak dibersihkan lagi.
Memperhatikan fenomena kampanye dan marketing politik seperti gambaran di atas, perlu rasanya perbaikan kualitas dan metode kampanye. Perbaikan ini tentu akan melibatkan stakeholders pemilu dan pemilihan kepala daerah, seperti KPU, partai politik dan juga masyarakat.
KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota sebagai penyelenggara pemilu dan pemilihan kepala daerah dapat memanfaatkan ruang yang diberikan undang-undang untuk mengemas kampanye yang lebih dialogis dan juga terarah agar tujuan tahapan kampanye untuk penyampaian visi, misi dan program betul-betul bisa terlaksana serta bisa berjalan tertib.
Harapannya, jika memungkinkan secara anggaran dan teknis, kampanye Pemilu legislatif ke depan dilaksanakan oleh KPU seperti debat presiden atau kepala daerah, dimana wakil-wakil partai peserta Pemilu bisa menyampaikan visi, misi dan program mereka dalam sebuah forum debat. Dengan begitu penjelasan pokok-pokok gagasan tentang pembangunan dan arah kehidupan berbangsa dan bernegara oleh wakil-wakil partai diharapkan betul-betul dipahami oleh masyarakat yang kemudian berpengaruh pada pilihan mereka nantinya.
Partai politik, calon legislatif dan calon kepala daerah juga diharapkan memiliki itikad baik pada saat kampanye Pemilu dengan menyampaikan hal-hal yang sungguh-sungguh akan mereka perjuangkan, bukan sekedar janji palsu dan klise. Penyampaian visi, misi dan program partai politik atau kontestan dalam setiap Pemilu hendaknya betul-betul bisa diukur dan terukur. Tanpa kejelasan platform atau visi, misi dan program masing-masing partai atau kontestan pemilu, masyarakat atau kelompok masyarakat sipil akan kesulitan melakukan evaluasi terhadap pemerintahan yang ada. Dalam kaitan inilah tanggungjawab partai politik, khususnya, memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Masyarakat sebagai pihak yang menjadi sasaran dari kampanye dan marketing politik juga dituntut untuk bersikap kritis. Masyarakat yang kritis tentu bisa memberikan penilaian yang objektif terhadap visi, misi dan program kontestan pemilu.
SONDRI DT KAYO
(Ketua KPU Tanah Datar)
Pada saat ini, marketing politik semakin memegang peranan penting dalam pemilihan umum (pemilu). Akibatnya yang lebih menonjol saat ini yaitu politik ‘kemasan’. Sistem dan budaya politik seperti ini akan menguntungkan bagi pihak-pihak yang memiliki kemampuan besar, terutama biaya dalam membangun pencitraan. Dari jauh hari, banyak calon kontestan Pemilu membayar konsultan atau merekrut orang-orang yang ahli dalam politik untuk menyusun strategi dan skenario yang efektif memenangkan pemilu.
Kampanye politik merupakan bagian penting dalam marketing politik. Di samping kampanye resmi yang diatur undang-undang, sebelum pemilu bahkan sudah ada pemasangan atribut-atribut partai atau gambar-gambar perorangan yang bisa dianggap sebagai kampanye terselubung.
Jika merujuk pada Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kampanye yaitu kegiatan-kegiatan penyampaian visi, misi, dan program pada waktu tahapan kampanye Pemilu. Dalam Undang-undang ini, selain waktu, diatur juga soal materi kampanye, metode kampanye, larangan dalam kampanye dan sanksi atas pelanggaran kampanye, yang semua itu nantinya akan diatur secara lebih teknis dalam peraturan-peraturan KPU. Permasalahannya, untuk kegiatan-kegiatan di luar tahapan, penyelenggara Pemilu biasanya tidak bisa mengambil tindakan atau memberikan sanksi terhadap pihak-pihak, baik partai politik maupun orang-per-orang yang melakukan kampanye di luar yang telah diatur dalam Undang-undang.
Kampanye-kampanye atau kegiatan berbentuk kampanye melalui media dan pemasangan atribut ini telah terlalu banyak memenuhi ruang-ruang dan kehidupan kita. Intensitas kegiatan berbentuk kampanye semakin meningkat masa liburan dan hari besar keagamaan. Di Sumatera Barat khususnya di masa hari raya idhul fitri begitu banyak terpasang baliho dan spanduk-spanduk yang menampilkan gambar-gambar, ucapan-ucapan selamat hari raya dan lain-lain oleh penggiat-penggiat politik. Masyarakat seperti dipaksa dan didoktrin habis-habisan oleh berbagai kekuatan politik atau pihak yang akan maju dalam Pemilu dan pemilihan kepala daerah. Iklan-iklan yang direka sedemikian rupa serta janji-janji yang diucapkan setiap saat dipertontonkan dan diperdengarkan.
Selama ini, tahapan Pemilu yang paling menjadi perhatian yaitu pemungutan dan penghitungan suara. Fokus perhatian seluruh stakeholders politik dan Pemilu yang hanya tertuju pada kalah-menang seringkali menyebabkan kurangnya perhatian dan pemahaman akan pentingnya tahapan-tahapan lainnya dalam pemilu, terutama persoalan kampanye yang baik dan berkualitas.
Dalam pasal 77, UU No. 8 Tahun 2012 dinyatakan kampanye pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat dan dilaksanakan secara bertanggungjawab. Makna dari bertanggungjawab berarti kampanye dilaksanakan sesuai dengan undang-undang atau ketentuan yang berlaku. Atau bisa juga bermakna setiap janji dalam kampanye benar-benar harus dapat dipertanggungjawabkan nantinya setelah memperoleh jabatan atau kekuasaan.
Sebagaimana pengertian dari kampanye yang merupakan tahapan penyampaian visi, misi dan program-program kontestan pemilu, pada masa kampanye-lah kontestan pemilu berkomunikasi dengan masyarakat atau calon pemilih. Namun, apakah kampanye dengan berbagai janji yang disampaikan pada pemilu dan pemilihan kepala daerah kini sudah benar-benar dilakukan dengan jujur? Walaupun para kontestan pemilu sedang berlomba menduduki jabatan, sudah seharusnya tetap benar-benar tulus untuk membuat perbaikan di masa datang. Persoalan kejujuran adalah permasalahan integritas dari para kontestan itu sendiri. Tak jarang kontestan Pemilu yang dulu telah dipilih oleh masyarakat akhirnya dihujat akibat janji tak bersesuaian dengan kenyataan setelah menjabat. Kenyataan ini, lama-kelamaan akan memperdalam jurang ketidakpercayaan antara masyarakat dan elit politik di negara kita.
Menurut Firmanzah dalam buku Persaingan, Legitimasi Kekuasaan, dan Marketing Politik: Pembelajaran Politik 2009 (2010), kepentingan kampanye politik para kontestan baik parpol ataupun perorangan masih sebatas “yang penting terpilih, soal bagaimana caranya itu belakangan”. Kampanye politik yang dipahami demikian pada akhirnya tidak diikuti dengan konsistensi para politisi untuk menjaga kontinuitas.
Tahapan kampanye tanpa pemahaman yang baik dari kontestan ataupun masyarakat hanya akan terlihat seperti pesta umbul-umbul, baliho, spanduk, poster, stiker dengan berbagai slogan dan janji-janji kampanye. Semua atribut kampanye ini begitu banyak bertebaran di waktu masa pemilu dan pemilihan kepala daerah. Bahkan dalam bentuk kalender, souvenir dan bentuk lainnyamasuk sampai ke rumah-rumah warga. Belum lagi kampanye pemilu dan pemilihan kepala daerah yang memenuhi media televisi. Kontestan pemilu atau calon-calon kepala daerah yang rata-rata kini memiliki uang tak tanggung-tanggung membayar TV, lengkap dengan artis-artisnya. Media internetpun tak luput dijadikan media kampanye para kontestan pemilu.
Tujuan dari penggunaan berbagai mediatersebuttentunya agar kontestan pemilu atau pasangan calon kepala daerah dikenali dan mendapat simpati masyarakat yang akan memilih. Namun tidak jarang juga para kontestan pemilu melanggar aturan atau ketentuan kampanye. Pada saat masa kampanye seringkali ditemukan atribut-atribut menempel dan tergantung di pohon-pohon pelindung, fasilitas-fasilitas umum dan kadang-kadang yang lebih merisaukan masyarakat tentunya setelah kampanye atribut itu tidak dibersihkan lagi.
Memperhatikan fenomena kampanye dan marketing politik seperti gambaran di atas, perlu rasanya perbaikan kualitas dan metode kampanye. Perbaikan ini tentu akan melibatkan stakeholders pemilu dan pemilihan kepala daerah, seperti KPU, partai politik dan juga masyarakat.
KPU, KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota sebagai penyelenggara pemilu dan pemilihan kepala daerah dapat memanfaatkan ruang yang diberikan undang-undang untuk mengemas kampanye yang lebih dialogis dan juga terarah agar tujuan tahapan kampanye untuk penyampaian visi, misi dan program betul-betul bisa terlaksana serta bisa berjalan tertib.
Harapannya, jika memungkinkan secara anggaran dan teknis, kampanye Pemilu legislatif ke depan dilaksanakan oleh KPU seperti debat presiden atau kepala daerah, dimana wakil-wakil partai peserta Pemilu bisa menyampaikan visi, misi dan program mereka dalam sebuah forum debat. Dengan begitu penjelasan pokok-pokok gagasan tentang pembangunan dan arah kehidupan berbangsa dan bernegara oleh wakil-wakil partai diharapkan betul-betul dipahami oleh masyarakat yang kemudian berpengaruh pada pilihan mereka nantinya.
Partai politik, calon legislatif dan calon kepala daerah juga diharapkan memiliki itikad baik pada saat kampanye Pemilu dengan menyampaikan hal-hal yang sungguh-sungguh akan mereka perjuangkan, bukan sekedar janji palsu dan klise. Penyampaian visi, misi dan program partai politik atau kontestan dalam setiap Pemilu hendaknya betul-betul bisa diukur dan terukur. Tanpa kejelasan platform atau visi, misi dan program masing-masing partai atau kontestan pemilu, masyarakat atau kelompok masyarakat sipil akan kesulitan melakukan evaluasi terhadap pemerintahan yang ada. Dalam kaitan inilah tanggungjawab partai politik, khususnya, memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Masyarakat sebagai pihak yang menjadi sasaran dari kampanye dan marketing politik juga dituntut untuk bersikap kritis. Masyarakat yang kritis tentu bisa memberikan penilaian yang objektif terhadap visi, misi dan program kontestan pemilu.
SONDRI DT KAYO
(Ketua KPU Tanah Datar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar