Oleh: Moh Ilham A Hamudy
Fajar online
PARTAI Nasional Demokrat (NasDem) membuat langkah
terobosan yang tidak umum. Partai politik (parpol) sokongan dua petinggi
media elektronik dan cetak nasional itu menyediakan dana kampanye bagi
para calon legislatifnya (caleg) yang akan maju dalam pemilu legislatif
2014. Anggarannya tidak main-main, tembus Rp10 miliar per caleg.
Pengurus Partai NasDem mengatakan, dukungan kepada para kader Partai NasDem itu sejatinya bukanlah berbentuk uang kontan, melainkan berupa dukungan manajemen, logistik dan kegiatan bersama rakyat di basis-basis massa. Kendati demikian, caleg Partai NasDem tetap saja dijuluki "the Ten Billion Rupiah Politician".
Menguatkan pernyataan itu, Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai NasDem menuturkan, sudah jadi rahasia umum bahwa menjadi caleg memerlukan biaya tinggi. Karena itu, timbul kesan, tidak mungkin bisa jadi anggota DPR jika tidak memiliki uang miliaran rupiah. Penilaian seperti itulah yang sungguh memprihatinkan Partai NasDem. Sehingga, kuat kesan bahwa kursi DPR bisa dibeli, meski tidak langsung.
Untuk itu, Partai NasDem hendak mengembalikan fungsi DPR yang tercitra sangat transaksional. Caranya, menempatkan figur-figur berkualitas, berintegritas dan berkapabilitas. Dalam kaitan itu, strategi yang akan diterapkan adalah metode talent scouting untuk mendapatkan figur caleg yang diharapkan. Kalau dalam kegiatan menuju pemilu legislatif ada biaya yang dibutuhkan, Partai NasDem tidak akan membiarkan caleg-calegnya terhambat hanya karena ketiadaan biaya.
Meski begitu, banyak juga kalangan yang mencemooh cara Partai NasDem itu tidak cantik, tidak elegan. Menurut mereka yang mencela, seharusnya partai mengasah kemampuan profesionalitas, keikhlasan kader. Memodali caleg hingga 10 miliar tidaklah baik untuk pendidikan politik kader. Tidak ada perilaku orang yang dapat dibuat garansi.
Malah, kata salah seorang pengamat politik, dalam teori politik, hal itu tidak bisa diperkirakan. Mestinya, partai tidak menghamburkan uang demi pemenangan kadernya dalam pemilu nanti. Justru yang harus ditumbuhkan partai adalah sikap profesionalitas kader dalam merangkul hati konstituen, tentunya dengan program yang dikendaki rakyat.
Memang, apa yang dilakukan Partai NasDem boleh saja menuai pro dan kontra. Akan tetapi, selama sistem politik dan partai masih pragmatis, adalah sah-sah saja. Sebab, demokrasi tanpa logistik akan menghasilkan pelacur-pelacur politik. Yang penting, Partai NasDem jangan sampai ingkar dari apa yang sudah dijanjikan dan diumbar selama ini.
Bagi saya, ide Partai NasDem ini pada batas tertentu adalah cerdas, berani, dan benar. Sangat relevan diperkenalkan saat korupsi yang dilakukan oleh anggota legislatif masih tinggi. Dan, sudah semestinya ide itu menjadi bagian dari tradisi politik di Indonesia. Parpol di Indonesia harus memiliki tanggung jawab menciptakan iklim positif bagi para anggotanya yang tengah duduk di kursi parlemen.
Namun, langkah cerdas itu mesti pula dibarengi dengan transparansi dana parpol. Partai NasDem harus mampu menjelaskan dan bersifat transparan soal dana yang mereka gunakan dalam membiayai calegnya. Pasalnya, mendanai ratusan caleg hingga 10 miliar tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Oleh karena itu, aspek transparansi pengelolaan dana parpol merupakan keniscayaan.
Sebab, masalahnya bukan sekadar berapa dana yang dikeluarkan, melainkan siapa yang berada di belakang dana dan bagaimana cara dana tersebut dikumpulkan. Tanpa transparansi yang ketat, niat baik itu pada akhirnya hanya membuat praktik korupsi berpindah pelaku.
Cuma masalahnya, kebanyakan parpol kita, umumnya, masih mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan partai, sehingga tidak bisa dikontrol oleh publik.
Iuran anggota dan subsidi negara memunyai peran yang kecil, sehingga parpol sangat bergantung pada sumbangan individu anggota partai, serta donatur besar. Mereka itu memiliki pengaruh sangat besar atas kebijakan partai. Akhirnya, kemandirian partai terancam. Celakanya, parpol tidak memunyai peraturan internal atau AD/ART, yang mengatur tentang pembatasan sumbangan dan penyingkapan nama donatur.
Begitu juga dengan kondisi belanja parpol. Selain jenis belanja tidak diidentifikasi secara jelas dan tidak dibatasi, juga terdapat komponen belanja yang tidak disebutkan oleh undang-undang, peraturan pemerintah, maupun AD/ART. Komponen itu adalah konsolidasi organisasi dan kampanye politik yang memerlukan dana besar.
Kalau mau jujur, harusnya transparansi mencakup seluruh pengeluaran yang digunakan parpol untuk kampanye. Termasuk dari orang per orang. Jadi, anggota partai tidak bisa sembarangan. Kalau anggotanya sumbang juga, kita tidak tahu dari mana uangnya berasal. Itu susah ditelusuri. Modus yang digunakan parpol selama ini hanya dengan melaporkan dana awal partai untuk kampanye.
Namun, laporan itu tidak berubah setelah kampanye selesai dilaksanakan. Kadang mereka lapor dana. Contohnya, dana awal 500 juta untuk kampanye. Namun, kalau kita lihat di luar, dana yang digunakan terlihat lebih dari itu.
Misalnya, untuk belanja iklan dan segala macam. Padahal, itu semua butuh dana, tidak mungkin dana kecil. Tetapi, begitu melihat laporan, ternyata jumlahnya masih sama dengan dana awal kampanye. Lalu, dari mana uang untuk iklan dan lain-lain?
Oleh karena itu, komitmen Partai NasDem agar lebih transparan dalam pengelolaan dana kampanye sangat dinanti publik. Selain itu, publik pun harus mengakses keterbukaan pengelolaan dana parpol. Apalagi, hal itu dijamin peraturan perundangan, baik UU No 2 Tahun 2011 tentang Parpol, maupun UU No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar